Pages

Labels

Pengikut

Search

Copyright Text

Kamis, 21 Juli 2011

Bibit Kacang HIjau

Alkisah sebuah perusahaan telekomunikasi di Italia sedang mencari satu tenaga teknis untuk menangani salah satu departemen dari perusahaan tersebut

Begitu banyak yang datang melamar dan menjalani ujian tertulis. Namun sesudah ujian tertulis ini, semua peserta diberi pekerjaan rumah, setiap orang diberi semangkok bibit kacang hijau u/ disemayamkan. Dan setelah jangka waktu yang diberikan setiap orang harus membawa kembali bibit kacang hijau yang telah tumbuh segar ke perusahaan tersebut. Siapa yang berhasil merawat kacang yang tumbuh paling segar akan memperoleh posisi pekerjaan yang dikejar banyak orang karena memberikan jaminan gaji yang tinggi.

Setelah jangka waktu yang diberikan itu para peserta ujian kembali lagi ke perusahaan sambil membawa bibit kacang hijau yang telah bertumbuh segar menghijau. Setiap orang memamerkan hasil usaha mereka dan dalam hati berharap bahwa ia akan memperoleh posisi yang bagus tersebut. Nampak seketika bahwa team penilai akan sulit memutuskan siapa yang jadi pemenangnya karena semua membawa bibit kacang hijau yang telah bertumbuh itu sama bagus dan sama segarnya.

Setelah diabsensi ternyata satu orang tidak muncul ditengah para peserta. Sang manager perusahaan lalu menelepon pelamar yang tak hadir itu dan menanyakan alas an ketidak-hadirannya.

Orang tersebut dengan penuh penyesalan serta rasa bersalah memberikan alas an ketidak-hadirannya saat ini. Ia mengatakan bahwa bibit yang diberikan itu hingga saat ini belum bertumbuh pada hal ia sudah berusaha memberi pupuk, air yang cukup. Semua persyaratan yang dibutuhkan agar bibit kacang hijau bertumbuh subur telah dipenuhinya, namun anehnya, bibit tersebut seakan berkepala keras tak mau bertumbuh.

“ Saya berpikir bahwa saya pasti gagal untuk memperoleh posisi dalam perusahaan telekomunikasi ini. Karena itu saya memutuskan untuk tidak datang hari ini ke perusahaan bapak.” Dan justru disaat ketika orang itu akan meletakan gagang teleponnya, sang manager memberikan kata-kata yang sungguh diluar dugaannya; “engkaulah satu-satunya yang diterima perusahaan kami. ” Orang itu heran dan kaget tak percaya.

Sesungguhnya, bibit kacang hijau yang dibagikan kepada para peserta tersebut adalah bibit yang telah diproses sehingga tak bisa bertumbuh lagi. Perusahaan akan dengan mudah mengetahui peserta mana yang jujur. Dan ternyata hanya seorang yang tak mampu membawa bibit kacang hijau yang telah tumbuh. Dan dialah orang yang dipilih itu.

“INILAH PRINSIP KAMI, NILAI MORAL DALAM PEKERJAAN LEBIH DITINGGIKAN KETIMBANG KEBERHASILAN DALAM BEKERJA, KARENA JIKA NILAI MORALNYA TINGGI MAKA KEBERHASILAN PUN AKAN MENGIKUTINYA”

Demikian sang manager menjelaskan.


Semoga bermanfaat u/ para pembaca

PEMBERIAN TERBAIK

Bersama keluarganya. Mereka menetap di sebuah kerajaan yang besar, dengan raja yang adil dan bijaksana. Beruntunglah siapa saja yang tinggal disana. Tanahnya subur, keadaannya pun aman dan sentosa. Semuanya hidup berdampingan, tanpa pernah mengenal perang ataupun bencana.

Setiap pagi, sang petani selalu pergi ke sawah. Tak lupa ia membawa bajak dan kerbau peliharaannya. Walaupun sudah tua, namun bajak dan kerbau itu selalu setia menemaninya bekerja. Sisi-sisi kayu dan garu bajak itu tampak mengelupas, begitupun kerbau yang sering tampak letih jika bekerja terlalu lama. "Inilah hartaku yang paling berharga", demikian gumam petani itu dalam hati, sembari melayangkan pandangannya ke arah bajak dan kerbaunya.

Tak seperti biasa, tiba-tiba ada serombongan pasukan yang datang menghampiri petani itu. Tampak pemimpin pasukan yang maju, lalu berkata, "Berikan bajak dan kerbaumu kepada kami. "Ini perintah Raja!". Suara itu terdengar begitu keras, mengagetkan petani itu yang tampak masih
kebingungan.

Petani itu lalu menjawab, "Untuk apa, sang Raja menginginkan bajak dan kerbauku? "Ini adalah hartaku yang paling berharga, bagaimana aku bisa bekerja tanpa itu semua. Petani itu tampak menghiba, memohon agar diberikan kesempatan untuk tetap bekerja. "Tolonglah, kasihani anak dan istriku...berilah kesempatan sampai besok. Aku akan membicarakan dengan keluargaku..."

Namun, pemimpi pasukan berkata lagi, "Kami hanya menjalankan perintah dari Baginda. Terserah, apakah kau mau menjalankannya atau tidak. Namun, ingatlah, kekuasaannya sangat kuat. "Petani semacam kau tak akan mampu melawan perintahnya." Akhirnya, pasukan itu berbalik arah, dan kembali ke arah istana.

Di malam hari, petani pun menceritakan kejadian itu dengan keluarganya. Mereka tampak bingung dengan keadaan ini. Hati bertanya-tanya, "Apakah baginda sudah mulai kehilangan kebijaksanaannya? Kenapa baginda tampak tak melindungi rakyatnya dengan mengambil bajak dan kerbau kita? Gundah, dan resah melingkupi keluarga itu. Namun, akhirnya, mereka hanya bisa pasrah dan memilih untuk menyerahkan kedua benda itu kepada raja.

Keesokan pagi, sang petani tampak pasrah. Bersama dengan bajak dan kerbaunya, ia melangkah menuju arah istana. Petani itu ingin memberikan langsung hartanya yang paling berharga itu kepada Raja. Tibalah ia di halaman Istana, dan langsung di terima Raja. "Baginda, hamba hanya bisa pasrah. Walaupun hamba merasa sayang dengan harta itu, namun hamba ingin membaktikan diri kepada Baginda. Duli Paduka, terimalah pemberian ini...."

Baginda Raja tersenyum. Sambil menepuk kedua tangannya, ia tampak memanggil pengawal. "Pengawal, buka selubung itu!! Tiba-tiba, terkuaklah selubung di dekat taman. Ternyata, disana ada sebuah bajak yang baru dan kerbau yang gemuk. Kayu-kayu bajak itu tampak kokoh, dengan urat-urat kayu yang mengkilap. Begitupun kerbau, hewan itu begitu gemuk, dengan kedua kaki yang tegap.

Sang Petani tampak kebingungan. Baginda mulai berbicara, "Sesungguhnya, aku telah mengenal dirimu sejak lama. Dan aku tahu kau adalah petani yang rajin dan baik. Namun, aku ingin mengujimu dengan hal ini. Ternyata, kau memang benar-benar hamba yang baik. Engkau rela memberikan hartamu yang paling berharga untukku. Maka, terimalah hadiah dariku. Engkau layak menerimanya...."

Petani itu pun bersyukur dan ia pun kembali pulang dengan hadiah yang sangat besar, buah kebaikan dan baktinya pada sang Raja.

***

Teman, bisa jadi, tak banyak orang yang bisa berlaku seperti petani tadi.
Hanya sedikit orang yang mau memberikan harta yang terbaik yang dimilikinya kepada yang lain.
Namun, petani tersebut adalah satu dari orang-orang yang sedikit itu.
Dan ia, memberikan sedikit pelajaran buat kita.

Sesungguhnya, Tuhan sering meminta kita memberikan terbaik yang kita punya untuk-Nya.
Tuhan, sering memerintahkan kita untuk mau menyampaikan yang paling berharga, hanya ditujukan pada-Nya. Bukan, bukan karena Tuhan butuh semua itu, dan juga bukan karena Tuhan kekurangan.
Namun karena sesungguhnya Tuhan Maha Kaya, dan Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya.

Tuhan sedang menguji, apakah hamba-Nya adalah bagian dari orang-orang yang beriman dan mau bersyukur.
Tuhan sedang menguji, apakah ada dari hamba-hamba-Nya yang mau menafkahkan harta di jalan-Nya.
Dan Tuhan, pasti akan memberikan balasan atas upaya itu dengan pemberian yang tak akan kita bayangkan.
Imbalan dan pahala yang akan kita terima, sesungguhya akan mampu membuat kita paham,
bahwa Tuhan memang Maha Pemberi Kemuliaan.

Dan teman, mari kita berikan yang terbaik yang kita punya kepada-Nya.
Marilah kita tujukan waktu, kerja dan usaha kita yang terbaik hanya kepada-Nya.
Karena sesungguhnya memang, kita tak akan pernah menyadari balasan apa yang akan kita terima atas semua itu.

Tuhan selalu punya banyak cara-cara rahasia untuk memberikan kemuliaan bagi hamba-Nya.
Dan Dia akan selalu memberikan pengganti yang lebih baik untuk semua yang ikhlas kita berikan pada-Nya.

I’M AN ACTOR.. NOT REACTOR

Dua orang ibu memasuki toko pakaian dan membeli baju seragam anaknya. Ternyata pemilik tokonya sedang bad mood sehingga tidak melayani dengan baik, malah terkesan buruk, tidak sopan dengan muka cemberut.

Ibu pertama jelas jengkel menerima layanan yang buruk seperti itu. Yang mengherankan, ibu kedua tetap enjoy bahkan bersikap sopan kepada penjualnya.

Ibu pertama bertanya, “Mengapa ibu bersikap demikian sopan pada penjual menyebalkan itu?” Ibu kedua menjawab, “Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Kitalah penentu atas hidup kita, bukan orang lain.”

Tapi ia melayani buruk sekali”, bantah ibu pertama. “Itu masalah dia. Kalau dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, dsb.. toh tidak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan menentukan hidup kita. Padahal kitalah yang bertanggung-jawab atas diri kita,” jelas ibu kedua.

Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain pada kita. Kalau orang melakukan hal buruk, kita akan membalasnya dengan yang lebih buruk lagi, begitupula sebaliknya.

Kalau orang tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tiba-tiba bisa menjadi sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang tersebut. Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan orang lain.

Kalau direnungkan, sebenarnya betapa tidak arifnya tindakan kita. Mengapa untuk berbuat baik saja, harus menunggu untuk diperlakukan baik oleh orang lain dulu?

Jagalah suasana hati sendiri, jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak. Kitalah sang penentu yang sesungguhnya. I’m an Actor.. Not Reactor..

ASAL USUL UMUR KITA

Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor sapi.
Tuhan berkata kepada sang sapi: “ Hari ini kuciptakan kau sebagai sapi engkau harus pergi ke padang rumput. Kau harus bekerja dibawah terik matahari sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun.”
Sang Sapi keberatan, “Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun. Kiranya 20 tahun cukuplah buatku. Kukembalikan kepadamu yang 30 tahun.”
 Maka setujulah Tuhan.

Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet.
“Hai monyet, hiburlah manusia. Aku berikan kau umur 20 tahun!”
 Sang monyet menjawab "What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa? 10 tahun cukuplah. Kukembalikan 10 tahun padamu"
Maka setujulah Tuhan.

Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing.
“Apa yang harus kau lakukan adalah menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap orang mendekat kau harus menggongongnya. Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun.”
Sang anjing menolak : "Menjaga pintu sepanjang hari selama 20 tahun? No way..! Kukembalikan 10 tahun padamu.”
Maka setujulah Tuhan.



Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia.
Sabda Tuhan: "Tugasmu adalah makan, tidur, dan bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau akan menikmatinya. Akan kuberikan umur sepanjang 25 tahun!
Sang manusia keberatan, katanya "Menikmati kehidupan selama 25 tahun?
 Itu terlalu pendek Tuhan.”

“Let's make a deal. Karena sapi mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun, dan monyet mengembalikan 10 tahun usianya padamu, berikanlah semuanya itu padaku. Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun. Setuju ?"
Maka setujulah Tuhan.

Akibatnya...
Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia dijalankan kita makan, tidur dan bersenang-senang 30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi kita harus bekerja keras sepanjang hari untuk menopang keluarga kita 10 tahun kemudian kita menghibur dan membuat cucu kita tertawa dengan berperan sebagai monyet yang menghibur.

Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal dirumah, duduk didepan pintu, dan menggonggong kepada orang yang lewat Uhuk, uhuk (batuk)...
“Eh, Cu.. ambilkan minum cu.......”

Hidup adalahh.....

Hidup adalah ...

Hidup adalah masalah pilihan...
Memilih untuk bahagia atau untuk sengsara
Memilih untuk dipulihkan atau untuk menyimpan kepahitan
Memilih untuk mengampuni atau untuk mendendam

Hidup adalah masalah pilihan...
Kebahagian semu bisa anda dapatkan, yang sejati tak jauh dari jangkauan
Cinta kasih bisa anda miliki, namun dendam dan amarah juga bisa anda alami
Persahabatan nan indah bukan impian, penghianatan dan kepahitan mungkin anda dapati

Hidup adalah masalah pilihan...
Mengenai bagaimana anda menjalani hidup
Mengenai bagaimana anda menghabiskan seluruh waktu
Mengenai bagaimana anda mencapai impian
Dan mengenai bagaimana anda memandang kehidupan

Ada orang yang menganggap kehidupan sebagai angin yang berhembus
Banyak yang datang dan yang pergi
Tak dapat ditebak, dan tak dapat diselami
Ada pula yang menganggap kehidupan sebagai medan peperangan
Dimana ia harus berjuang tanpa henti, tanpa kedamaian di hati

Sementara yang lain menganggap kehidupan sebagai kutukan dari Yang Kuasa
Hidup tak lagi berarti bagi dirinya
Ratap tak pernah jauh dari mulutnya
Air mata mengalir siang dan malam, sebab hanyalah duka nestapa yang ada

Namun…
Orang yang berbahagia menganggap kehidupan seperti emas yang mulia
Harta nan sangat berharga
Anugerah Ilahi yang tak tertandingi
Dijalaninya hidup, dengan asa dan impian
Berjalan dalam jalan Sang Pencipta, berserah sepenuhnya
Melangkah setapak demi setapak, sampai didapatinya mahkota kemulianya

Hidup adalah masalah pilihan
Yang manakah yang anda pilih ?
Tanyakanlah pada diri anda sendiri
Dan jalanilah hidup anda……….

5 Kualitas Pensil

Melihat Neneknya sedang asyik menulis Adi bertanya, "Nenek sedang menulis apa?"

Mendengar pertanyaan cucunya, sang Nenek berhenti menulis lalu berkata, "Adi cucuku, sebenarnya nenek sedang menulis tentang Adi. Namun ada yang lebih penting dari isi tulisan Nenek ini, yaitu pensil yang sedang Nenek pakai. Nenek berharap Adi dapat menjadi seperti pensil ini ketika besar nanti."

"Apa maksud Nenek bahwa Adi harus dapat menjadi seperti sebuah pensil? Lagipula sepertinya pensil itu biasa saja, sama seperti pensil lainnya," jawab Adi dengan bingung.

Nenek tersenyum bijak dan menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana Adi melihat pensil ini. Tahukah kau, Adi, bahwa sebenarnya pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup."

"Apakah Nenek bisa menjelaskan lebih detil lagi padaku?" pinta Adi

"Tentu saja, Adi" jawab Nenek dengan penuh kasih

"Kualitas pertama, pensil dapat mengingatkanmu bahwa kau bisa melakukan hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kau jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkahmu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil yang kita pakai. Rautan itu pasti akan membuat pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil itu akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga denganmu, dalam hidup ini kau harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga Adi, kau harus sadar kalau apapun yang kau perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

"Nah, bagaimana Adi? Apakah kau mengerti apa yang Nenek sampaikan?"

"Mengerti Nek, Adi bangga punya Nenek hebat dan bijak sepertimu."

Begitu banyak hal dalam kehidupan kita yang ternyata mengandung filosofi kehidupan dan menyimpan nilai-nilai yang berguna bagi kita. Semoga memberikan manfaat.

Berat Do'a

Louise Redden, seorang ibu kumuh dengan baju kumal, masuk ke dalam sebuah supermarket. Dengan sangat terbata-bata dan dengan bahasa yang sopan ia memohon agar diperbolehkan mengutang. Ia memberitahukan bahwa suaminya sedang sakit dan sudah seminggu tidak bekerja. Ia memiliki tujuh anak yang sangat membutuhkan makan.

John Longhouse, si pemilik supermarket mengusir dia keluar. Sambil terus menggambarkan situasi keluarganya, si ibu terus menceritakan tentang keluarganya.

" Tolonglah, Pak, Saya janji akan segera membayar setelah aku punya uang." John Longhouse tetap tidak mengabulkan permohonan tersebut.
" Anda tidak mempunyai kartu kredit, anda tidak mempunyai garansi," alasannya.

Di dekat counter pembayaran, ada seorang pelanggan lain yang dari awal mendengarkan percakapan tadi. Dia mendekati keduanya dan berkata: "Saya akan bayar semua yang diperlukan Ibu ini."
Karena malu, si pemilik toko akhirnya mengatakan, " Tidak perlu, Pak. Saya sendiri akan memberikannya dengan gratis. Baiklah, apakah ibu membawa daftar belanja?"

" Ya, Pak. Ini," katanya sambil menunjukkan sesobek kertas kumal.
" Letakkanlah daftar belanja anda di dalam timbangan dan saya akan
memberikan gratis belanjaan anda sesuai dengan berat timbangan tersebut."

Dengan sangat ragu-ragu dan setengah putus asa, Louise menundukkan kepala sebentar, menuliskan sesuatu pada kertas kumal tersebut, lalu dengan kepala
tetap tertunduk, meletakkannya ke dalam timbangan. Mata si pemilik toko terbelalak melihat jarum timbangan bergerak cepat ke bawah. Ia menatap pelanggan yang tadi menawarkan si ibu tadi sambil berucap kecil, "Aku tidak percaya pada yang aku lihat."

Si pelanggan baik hati itu hanya tersenyum. Lalu, si ibu kumal tadi mengambil barang-barang yang diperlukan, dan disaksikan oleh pelanggan baik hati tadi, si Pemilik toko menaruh belanjaan tersebut pada sisi timbangan yang lain. Jarum timbangan tidak kunjung berimbang, sehingga si ibu terus mengambil barang-barang keperluannya dan si pemilik toko terus menumpuknya pada timbangan, hingga tidak muat lagi.

Si Pemilik toko merasa sangat jengkel dan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena tidak tahan, si pemilik toko diam-diam mengambil sobekan kertas daftar belanja si Ibu kumal tadi. Dan ia-pun terbelalak. Di atas kertas kumal itu tertulis sebuah doa pendek:
" Tuhan, Engkau tahu apa yang hamba perlukan. Hamba menyerahkan segalanya ke dalam tanganMu."

Si Pemilik Toko terdiam. Si Ibu, Louise, berterimakasih kepadanya, dan meninggalkan toko dengan belanjaan gratisnya. Si pelanggan baik hati bahkan memberikan selembar uang 50 dollar kepadanya. Si Pemilik Toko kemudian mencek dan menemukan bahwa timbangan yang dipakai tersebut ternyata rusak.
Ternyata memang hanya Tuhan yang tahu bobot sebuah doa.

Minggu, 17 Juli 2011

Kopi Asin...

Seorang pria bertemu dengan seorang gadis di sebuah pesta. Si Gadis tampil luar biasa cantiknya, banyak lelaki yang mencoba mengejar si Gadis. Sedangkan si Pria sebetulnya tampil biasa saja dan tak ada yang begitu memperhatikan dia, tapi pada saat pesta selesai dia memberanikan diri mengajak si Gadis untuk sekedar mencari minuman hangat. Si Gadis agak terkejut, tapi karena kesopanan si Pria itu, si Gadis mengiyakan ajakannya. Dan mereka berdua akhirnya duduk di sebuah coffee shop, tapi si Pria sangat gugup untuk berkata apa-apa. Suasana hening ini berlangsung cukup lama, dan akhirnya si Gadis mulai merasa tidak nyaman dan berkata, "Kita pulang aja yuk...?!?".

Namun, tiba-tiba si Pria meminta sesuatu pada sang Pramusaji, "Bisa minta garam buat kopi saya?" Semua orang yang mendengar memandang dengan heran ke arah si Pria, aneh sekali!!. Wajahnya berubah merah, tapi tetap saja dia memasukkan garam tersebut ke dalam kopinya dan meminumnya. Si Gadis dengan penasaran bertanya, "Kenapa kamu bisa punya hobi seperti ini?", si Pria menjawab, "Ketika saya kecil, saya tinggal di daerah pantai dekat laut, saya suka bermain di laut, saya dapat merasakan rasanya laut, asin dan sedikit menggigit, sama seperti kopi asin ini.
Dan setiap saya minum kopi asin, saya selalu ingat masa kanak-kanak saya, ingat kampung halaman, saya sangat rindu kampung halaman saya, saya kangen kepada orang tua saya yang masih tinggal di sana."

Begitu berkata kalimat terakhir, mata si Pria mulai berkaca-kaca, dan si Gadis sangat tersentuh akan perasaan tulus dari ucapan pria di hadapannya itu. Si Gadis berpikir bila seorang pria dapat bercerita bahwa ia rindu kampung halamannya, pasti pria itu mencintai rumahnya, peduli akan rumahnya dan mempunyai tanggung jawab terhadap rumahnya. Kemudian si Gadis juga mulai berbicara, bercerita juga tentang kampung halamannya nun jauh di sana, masa kecilnya, dan keluarganya.

Suasana kaku langsung berubah menjadi sebuah perbincangan yang hangat dan akhirnya menjadi sebuah awal yang indah dalam cerita mereka berdua. Mereka akhirnya berpacaran. Si Gadis akhirnya menemukan bahwa si pria itu adalah seorang lelaki yang dapat memenuhi segala permintaannya, dia sangat perhatian, berhati baik, hangat, sangat perduli .. betul-betul seseorang yang sangat baik. Si Gadis hampir saja kehilangan seorang lelaki seperti itu! Untung ada kopi asin!!

Kemudian cerita berlanjut seperti layaknya setiap cerita cinta yang indah, si Gadis menikah dengan si Pria dan mereka hidup bahagia selamanya, dan setiap saat si gadis membuat kopi untuk si Pria, ia membubuhkan garam di dalamnya, karena ia tahu bahwa itulah yang disukai oleh pangerannya.

Setelah 40 tahun, si Pria meninggal dunia, dan meninggalkan sebuah surat yang berkata, "Sayangku yang tercinta, mohon maafkan saya, maafkan kalau seumur hidupku adalah dusta belaka. Hanya sebuah kebohongan yang aku katakan padamu ... tentang kopi asin. Ingat sewaktu kita pertama kali jalan bersama? Saya sangat gugup waktu itu, sebenarnya saya ingin minta gula tapi malah berkata garam. Sulit sekali bagi saya untuk merubahnya karena kamu pasti akan tambah merasa tidak nyaman, jadi saya maju terus. Saya tak pernah terpikir bahwa hal itu ternyata menjadi awal komunikasi kita! Saya mencoba untuk berkata sejujurnya selama ini, tapi saya terlalu takut melakukannya, karena saya telah berjanji untuk tidak membohongimu untuk suatu apa pun.

Sekarang saya sekarat, saya tidak takut apa-apa lagi jadi saya katakan padamu yang sejujurnya, saya tidak suka kopi asin, betul-betul aneh dan rasanya tidak enak. Tapi saya selalu dapat kopi asin seumur hidupku sejak bertemu denganmu, dan saya tidak pernah sekalipun menyesal untuk segala sesuatu yang saya lakukan untukmu.

Memilikimu adalah kebahagiaan terbesar dalam seluruh hidupku. Bila saya dapat hidup untuk kedua kalinya, saya tetap ingin bertemu kamu lagi dan memilikimu seumur hidupku, meskipun saya harus meminum kopi asin itu lagi.”

Air mata si gadis betul-betul membuat surat itu menjadi basah. Kemudian hari bila ada seseorang yang bertanya padanya, apa rasanya minum kopi pakai garam? Si gadis pasti menjawab dengan yakin, "Rasanya manis !! "

Kadang Anda merasa anda mengenal seseorang lebih baik dari orang lain, tapi hanya untuk menyadari bahwa pendapat Anda tentang seseorang itu bukan seperti yang Anda gambarkan. Sama seperti kejadian kopi asin tadi. Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci karena terkadang garam terasa lebih manis daripada gula.

Hidup adalah sebuah seni hidup yang teramat indah, nikmatilah dengan tanggung jawab dan rasa syukur. Apapun kelebihan dan kekurangan pasangan anda, kalau Anda tengah mulai punya pasangan terimalah kekurangan-kekurangan pasangan Anda dengan bijaksana.

Pemberian Tuhan yang Tersia...

Disebuah desa terpencil di pesisir sungai di Siera Lion Africa, hiduplah seorang kakek tua yang sudah 5 tahun hidup sebatang kara.Keyakinan dan keteguhan hatinya kepada Tuhan, membuat dia bertahan hidup meski hanya memiliki beberapa helai pakaian, sepatu tua , selimut, dan beberapa Topi hasil anyamannya. Kesehariannya dihabiskan dengan merawat sebuah gedung tua yang tak berpenghuni. Sesekali dia mengunjungi taman kanak kanak terdekat dan berbagi keceriaan untuk anak anak disana.

Suatu hari yang Malang, terjadilah bencana . Pada awalnya hanyalah setampak mendung dan petir mengiringi hujan pada malam itu. Tetapi kemudian Awan mendung tersebut kian pekat, dan petir semakin murka. Hujan semakin lebat dan gemuruh kian dahsyat bersahutan. Dan tanpa diduga Air bah pun tumpah ruah dari bibir sungai dan menyapu rumah-rumah di pesisir sungai. Orang –orang berusaha menyelamatkan diri dan keluarga mereka masing-masing. Kacau balau.. menakutkan...

Bencana itu pun membangunkan kakek tua dari tidurnya dan bergegas menyelamatkan diri. Namun ketika dia hendak mencari arah untuk menyelamatkan dirinya, dia terjebak dalam genangan air yang deras dan dalam. hanya ada sebuah pohon Oak tua yang dia anggap cukup mudah diraih dah dijadikan tempat berlindung olehnya. Kemudian kakek tua renta itupun memanjat dengan sekuat tenaga dan berdiri di puncak pohon.
Dengan nada suara tertatih, penuh takut, kakek tua itupun berseru dengan sepenuh hati berseru kepada Tuhan. ”ya Tuhan... Tolong hamba.. selamatkan hamba ya Tuhanku...” seru doa kakek tua. Air mata dan desahan tangis kakek tua itupun memecah deruan badai.
Tak lama kemudian datanglah sebuah perahu bantuan yang sudah berisikan orang-orang yang berhasil di eksekusi oleh bala bantuan. Awak perahu berseru ” pak tua.. ayo turun.. melompatlah.. perahu masih muat.. ”. Lalu kakek itu menjawab ” Tidak.. aku mau menunggu bantuan dari Tuhanku.. aku yakin Tuhanku akan menyelamatkanku..” .Beberapa kali awak perahu itu mencoba meyakinkannya. namun Ia bersikeras menunggu di pucuk pohon. Tak lama kemudian setelah perahu bantuan pertama meninggalkannya, dia pun berseru kembali.. ”Tuhanku...tolong hamba.. selamtkan hamba ya Tuhan.” lalu sebuah Perahu bantuan yang lain pun melihatnya dan mengajaknya untuk bergabung. Namun sama halnya dengan perahu sebelumnya, si kakek tua tetap menolak dengan keyakinnya menunggu bantuan dari Tuhan. Awak perahu yang sudah berkali-kali meyakinkan itupun berlalu meninggalkan dia di pucuk pohon. Badai dan air Bah kian ganas. Kakek tua masih bertahan di pucuk pohon. Lalu dia berseru lagi.. ”Tuhan.. kenapa Engkau tidak menolong hamba.. hamba percaya padaMu ya Tuhan.. tolonglah hamba..” tak lama kemudian Perahu bantuan yang ketiga pun melewati, dan berusaha mengajak Kakek tua untuk bergabung. Berkali-kali awak perahu meyakinkannya untuk segera bergabung dengan korban selamat lainnya. Namu kakek tua masih setia menunggu Tuhannya untuk membantunya. Lalu dengan berat hati awak perahu itupun meninggalkannya.

Akhirnya Badai pun kian mengamuk dan Air bah kian menggila dan menghempaskan semua yang masih tersisa. Termasuk pohon oak yang menjadi persinggahan terakhir si kakek tua tersebut. Sungguh malang nasib kakek tua itu. Dia pun terseret arus dan entah kemana Air bah nan dahsyat itu membawanya beserta pohon oak yang menjadi tempatnya berlindung. Air bah itupun menuju Muara dan beruntungnya pohon itu tidak tenggelam. Seolah Tuhan merubah pohon itu sebegitu ringan, sehingga dia hanya mengambang dan menopang tubuh si kakek tua yang pingsan karena shock.
Apa anda mengira Tuhan itu terlambat menolongnya???? TIDAK..

KARENA PERAHU PERAHU YANG DIA ABAIKAN ITU JUSTRU ADALAH JAWABAN DARI DOA-DOANYA SEWAKTU DI PUNCAK POHON...

Tuhan tidak pernah meninggalkan hambanya yang berseru dan percaya kepadanya.. manfaatkan kesempatan yang ada. Jangan sia siakan.. ORA ET LABORA.. BEKERJA SAMBIL BERDOA....

Pompa Air

Seorang pria tersesat di gurun pasir. Ia hampir mati kehausan. Akhirnya ia tiba di sebuah rumah kosong. Di depan rumah tua tanpa jendela dan hampir roboh itu, terdapat sebuah pompa.

Segera ia menuju pompa itu dan mulai memompa sekuat tenaga, tapi ternyata tidak air yang keluar. Lalu ia melihat ada kendi di sebelah pompa itu dengan mulutnya yang tertutup gabus, tertempel kertas dengan tulisan..
“Sahabat, pompa ini harus dipancing dengan air dulu. Setelah Anda mendapatkan airnya, mohon jangan lupa untuk mengisi kendi ini lagi sebelum Anda pergi.”

Ia mencabut gabusnya dan ternyata kendi itu berisi penuh air. “Apakah air ini harus dipergunakan untuk memancing pompa? Bagaimana kalau tidak berhasil? Tidak ada air lagi. Bahkan akan lebih aman kalau saya minum airnya dulu daripada nanti mati kehausan, kalau ternyata pompanya tidak berfungsi. Untuk apa menuangkannya ke pompa karatan, hanya karena instruksi di atas kertas yang belum tentu benar”, pikirnya.

Untung suara hatinya mengatakan bahwa ia harus mengikuti nasihat yang tertera di kertas itu sekalipun beresiko. Ia menuangkan seluruh isi kendi itu ke dalan pompa yang karatan dan dengan sekuat tenaga memompanya.

Benar..!!!

Air keluar dengan melimpah. Ia minum sepuasnya. Setelah istirahat memulihkan tenaga, dan sebelum meninggalkan tempat itu, ia mengisi kendi itu sampai penuh, menutupkan kembali gabusnya dan menambahkan beberapa kata di bawah instruksi pesan itu..
“Saya telah melakukannya dan berhasil. Engkau harus mengorbankan semuanya terlebih dahulu, sebelum bisa menerima kembali. PERCAYALAH..!!”

Barang siapa berhati egois dan terlampau mementingkan diri sendiri, ia tidak akan memperoleh kemudahan dalam hidupnya. Barang siapa berhati mulia dan bertindak demi kepentingan orang banyak, ia akan memperoleh kemuliaan dalam hidupnya. Berkat berlimpah dan damai sejahtera akan memenuhi hidupnya. Percayalah dan turutilah dengan penuh keimanan

Senin, 11 Juli 2011

Cukup...

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mat air ajaib. Mata air itu mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya dan bisa membuat si petani menjadi kaya raya. Seberapapun yang diinginkannya, kucuran uang emas itu tidak akan pernah berhenti hingga si petani yang memberhentikannya dengan mengatakan “cukup”..

Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan matanya. Diambilnya beberapa ember untuk menampungnya. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubuk mungilnya untuk disimpan disana.

Kucuran uang terus mengalir, sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang.., dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya.

Belum cukup... Dia membiarkan mata air itu terus mengalir, hingga akhirnya petani itu mati tertimbun. Ya, dia mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tidak pernah bisa berkata “cukup”.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia adalah “cukup”.

Kapankah kita bisa berkata “cukup”? Hampir semua pegawai, merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha, selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah target. Istri mengeluh suaminya kurang perhatian. Suami berpendapat istrinya kurang pengertian. Anak-anak menganggap orangtuanya kurang murah hati.

Semua merasa kurang.. kurang.. dan kurang..
Kapankah kita bisa berkata “cukup”?
Cukup, bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa bersyukur.
Tak perlu takut berkata cukup..!
Mengucapkan kata cuku bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini,
Maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.. Amiinn..

HIDUP untuk MATI

Walter Breuning meninggal dunia di sebuah panti jompo di Great Falls, Montana, AS, pada tanggal 14 April lalu. Ia bukanlah orang penting, bukan orang kaya, bukan artis, bukan pula tokoh supertenar. Nama Walter Breuning tercatat di Guiness Book of World Record edisi 2010 sebagai pria tertua di dunia. Ia meninggal pada usia 114 tahun. Istrinya Agnes telah meninggal pada tahun 1957 setelah pernikahan mereka berjalan 35 tahun tanpa dikaruniai anak. Sejak saat itu Walter tidak pernah menikah lagi.
Usia bisa demikian panjang, tentu berkaitan dengan pola hidup, pola makan, di samping kondisi fisiknya.
“Saya tidak pernah punya pantangan makan, tetapi selalu membatasi hanya makan dua kali sehari, dan itu cukup bagi tubuh kita,” ujarnya dalam wawancara 06 Oktober 2010. “dalam hidup, pikiran lebih penting daripada makanan. Gunakan pikiran untuk mengendalikan tubuh Anda. Mind and Body adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan: gunakanlah secara seimbang. Gunakanlah terus keduanya sepanjang hidup. Buatlah mereka terus sibuk, selama mungkin.”
Adakah ajaran lain yang biasa dibagikan kepada kita- kita yang lebih muda?
“Terimalah perubahan, meski itu menampar anda. Yakinlah bahwa setiap perubahan itu baik.”
“Bekerjalah selama mungkin. Dengan begitu anda akan terus merasakan hasilnya.”
“Bantulah orang lain. Semakin banyak anda mengulurkan bantuan, jiwa anda akan semakin sehat.”
Lalu setelah semua saran itu diikuti, kiat apakah yang menjadi kunci panjang umur?
“Jangan takut mati. Banyak orang takut akan kematian, tapi saya menerimanya. Saya belajar ini dari kakek saya. Dia bilang “ semua orang akan mati, dan saya juga akan mati. Setiap saat. ”Ya, kita memang hidup untuk mati.”

Tentu bukan kematian sia- sia yang kita sambut dengan senang, tapi kematian yang datang setelah kita isi hidup dengan kebaikan. Walter Breuning mengalaminya setelah menjalani hidup selama 114 tahun. Hidup kita mungkin tidak sama dengan dia, tapi kita bias memiliki kesiapan yang sama.

Dikutip dari “Intisari” edisi 577

Sesuatu Yang Bisa Menunda Kematian

Kematian memang di tangan Allah. Tetapi memajukan dan mengundurkan kematian adalah hak Nya juga. Maka ada satu hal yang bisa membuat kematian menjadi sesuatu yang bisa ditunda. bagaimana caranya dan mengapa bisa terjadi?

Kisah ini betul betul terjadi pada masa kenabian Ibrahim a.s. Suatu hari, Malaikat Kematian mendatangi Nabiyallah Ibrahim, dan bertanya, “Siapa anak muda yang tadi mendatangimu wahai Ibrahim?”

“Yang anak muda tadi maksudnya?” tanya Ibrahim. “Itu sahabat sekaligus muridku.”

“Ada apa dia datang menemuimu?”

“Dia menyampaikan bahwa dia akan melangsungkan pernikahannya besok pagi.”

“Wahai Ibrahim, sayang sekali, umur anak itu tidak akan sampai besok pagi.” Habis berkata seperti itu, Malaikat Kematian pergi meninggalkan Nabiyallah Ibrahim. Hampir saja Nabiyallah Ibrahim tergerak untuk rriemberitahu anak muda tersebut, untuk menyegerakan pernikahannya malam ini, dan memberitahu tentang kematian anak muda itu besok. Tapi langkahnya terhenti. Nabiyallah Ibrahim memilih kematian tetap menjadi rahasia Allah.

Esok paginya, Nabiyallah Ibrahim ternyata melihat dan menyaksikan bahwa anak muda tersebut tetap bisa melangsungkan pernikahannya.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, Nabiyallah Ibrahim malah melihat anak muda ini panjang umurnya.

Hingga usia anak muda ini 70 tahun, Nabiyallah Ibrahim bertanya kepada Malaikat Kematian, apakah dia berbohong tempo hari sewaktu menyampaikan bahwa anak muda itu umurnya tidak akan sampai besok pagi? Malaikat Kematian menjawab bahwa dirinya memang akan mencabut nyawa anak muda tersebut, tapi Allah menahannya.

“Apa gerangan yang membuat Allah menahan tanganmu untuk tidak mencabut nyawa anak muda tersebut, dulu?”

“Wahai Ibrahim, di malam menjelang pernikahannya, anak muda tersebut menyedekahkan separuh dari kekayaannya. Dan ini yang membuat Allah memutuskan untuk memanjangkan umur anak muda tersebut, hingga engkau masih melihatnya hidup.”

Kematian memang di tangan Allah. Justru itu, memajukan dan memundurkan kematian adalah hak Allah. Dan Allah memberitahu lewat kalam Rasul-Nya, Muhammad shalla `alaih bahwa sedekah itu bisa memanjangkan umur. Jadi, bila disebut bahwa ada sesuatu yang bisa menunda kematian, itu adalah … sedekah.

Maka, tengoklah kanan-kiri Anda, lihat-lihatlah sekeliling Anda. Bila Anda menemukan ada satu-dua kesusahan di depan mata anda. maka sesungguhnya Andalah yang butuh pertolongan. Karena siapa tahu kesusahan itu ditampakkan oleh Allah untuk memperpanjang umur Anda.

Tinggal apakah Anda bersedia menolongnya atau tidak. Bila bersedia, maka kemungkinan besar memang Allah akan memanjangkan umur Anda.

Saudara-saudaraku sekalian, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan ajalnya akan sampai. Dan, tidak seseorangpun yang mengetahui dalam kondisi apa ajalnya tiba. Maka mengeluarkan sedekah bukan saja akan memperpanjang umur, melainkan juga memungkinkan kita meninggal dalam keadaan baik. Bukankah sedekah akan mengundang cintanya Allah? Sedangkan kalau seseorang sudah dicintai oleh Allah, maka tidak ada masalahnya yang tidak diselesaikan, tidak ada keinginannya yang tidak dikabulkan, tidak ada dosanya yang tidak diampunkan, dan tidak ada nyawa yang dicabut dalam keadaan husnul khatimah.

Mudah-mudahan Allah berkenan memperpanjang umur, sehingga kita semua berkesempatan untuk mengejar ampunan Allah dan mengubah segala kelakuan kita, sambil mempersiapkan kematian datang.

Kamis, 07 Juli 2011

pilih ikan atau kail....???

“Duh, kok kemaraunya gak berhenti-berhenti yah”, keluh Kaka si kancil.

“Iya nih”, jawab Kuri si kura-kura lirih, “kalau begini terus dua tiga hari lagi persediaan makanan kita bakal habis.”

Kaka dan Kuri memang tinggal bersama. Mereka membuat rumah yang cukup nyaman di dalam sebuah gua kecil. Di sekitar gua sejatinya banyak ditumbuhi tanaman-tanaman yang menjadi pengisi perut mereka sehari-hari. Namun sayangnya, sejak beberapa minggu terakhir ini, panas yang berkepanjangan melanda, sehingga sedikit demi sedikit tanaman yang ada mati kekeringan.

“Coba kita bisa memancing seperti pak Beri Beruang”, lanjut Kuri, “pastinya kita tidak perlu pusing seperti ini.”

BRAKKKK!!!!

Kaka tiba-tiba meloncat dari kursinya hingga tidak sengaja menjatuhkan kursi tersebut.

“Aku ada ide!”, teriak Kaka dengan semangat ‘45.

“Ada ide ya ada ide”, gerutu Kuri yang sempat jantungan gara-gara ulah Kaka tadi, “tapi jangan bikin aku mati muda dong.”

“Dengar dulu”, potong Kaka sebelum Kuri melanjutkan omelannya. “Bagaimana kalau kita minta ikan ke pak Beri? Kan seringkali dia dapat ikan banyak, yang lebih dari jatah makan perut gendutnya. Pasti bakal diberi deh.”

“Memangnya kita akan minta-minta ikan terus ke dia? Lama-lama juga pasti pak Beri gak akan mau memberi ikan ke kita.”, jawab Kuri sambil membetulkan kursi yang tadi terjatuh. Lanjutnya, “Lebih baik kita minta diajari cara memancing ikan saja.”

“Ah, tahu sendiri kan pak Beri seperti apa sifatnya”, tukas Kaka. “Galak. Bicaranya keras, tapi susah dicerna maksudnya. Mendingan minta langsung aja. Lagipula aku malas kalau harus belajar segala.”

Kaka melangkah mendekati jendela. Matanya berbinar-binar nakal.

“Nanti aku akan cari alasan yang berbeda setiap harinya agar pak Beri mau memberikan ikan kepadaku.”, katanya. “Gimana Kur, setuju tidak?”

Kuri termenung. Di satu sisi, ia membayangkan nikmatnya duduk santai di tepi jalan setapak ke sungai sambil menunggu pak Beri lewat membawa hasil pancingannya. Ia kenal Kaka sejak lama. Kawannya yang cerdas ini pasti dapat menemukan cara untuk membuat satu dua ikan pak Beri berpindah tangan.

Di sisi lain, ia tidak ingin hanya berpangku tangan dan bergantung kepada binatang lain. Ia juga ingin dapat memancing ikan sendiri sehingga tidak kebingungan apabila suatu saat kemarau datang lagi.

“Hei, kok malah melamun”, ujar Kaka sambil mendorong pelan tempurung Kuri.

“Aku tidak ikutan deh”, jawab Kuri.

“Loh kok…”

“Iya, aku ingin coba memancing saja. Pasti terasa lebih lezat kalau ikannya hasil pancinganku sendiri”.

Mata Kaka tercenung. Ia menatap tajam ke arah Kuri. Beberapa detik kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

“HAHAHAHAH!!! Kamu bercanda kan? Memangnya kamu mau belajar darimana? Pak Beri? Bisa tambah lapar kalau kamu kelamaan ngobrol dengan dia!”, kata Kaka lantang. “Lagipula”, lanjutnya, “semua binatang di hutan ini kan tahu kalau kamu itu lambat berpikirnya.”

Kuri tersenyum mendengar sindiran Kaka.

“Biar saja”, jawabnya. Pede. “Aku yakin kalau aku berusaha pasti aku akan bisa”.

Begitulah. Keesokan harinya, Kuri mulai mengikuti dan mengamati pak Beri yang sedang memancing. Ia kemudian mencoba untuk membuat tongkat pancingnya sendiri dan menanyakan kepada pak Beri, apakah kailnya sudah benar atau belum. Dengan tekun ia berusaha memahami apa maksud perkataan pak Beri hingga akhirnya ia berhasil membuat tongkat pancing yang kuat dan kokoh.

Si kancil? Sesuai rencananya, Kaka menunggu di ujung jalan hingga pak Beri lewat dan mengiba-iba kepadanya untuk meminta seekor ikan hasil tangkapannya. Dasar cerdik, pak Beri pun tidak kuasa menolak permintaannya.

“Lihat nih,” ujar Kaka pada Kuri sesampainya di rumah, “ikan pemberian pak Beri. Besar bukan? Pasti lezat jika dibumbu rujak dan dimakan dengan sambal mangga. Mana ikanmu?”

Kuri menunjukkan kail buatannya dengan bangga.

“Nih”, katanya sambil tersenyum. “Hari ini aku memang belum bisa membawa ikan, tapi aku sudah bisa membuat tongkat pancingku sendiri.”

“Terserahlah,” tukas Kaka. “Kok mau-maunya sih repot begitu.”

Hari demi hari berlalu. Kuri terus berusaha untuk belajar tehnik memancing ikan dari pak Beri. Mulai dari memilih umpan, mencari tempat yang banyak ikannya, hingga cara menarik ikan agar tidak terlepas dari kaitannya. Kaka pun melalui hari-harinya dengan seribu satu alasan untuk dapat menaklukkan hati pak Beri.

Lama kelamaan, pak Beri pun jenuh. Ia tidak mau lagi memberikan ikannya kepada Kaka meskipun Kaka sudah memohon sambil berguling-guling di tanah. Sebaliknya, Kuri semakin ahli dalam memancing dan sudah dapat menangkap ikan sendiri. Melihat Kaka yang menangis tersedu-sedu karena tidak mendapatkan makanan hari itu, Kuri pun membagikan ikan hasil tangkapannya pada Kaka.

“Tuh kan, benar yang aku bilang”, kata Kuri bijak. “Lebih baik kita berusaha sendiri daripada selalu bergantung kepada orang lain. Meskipun kelihatannya susah, jika terus mencoba, pasti kita akan bisa.”

Kaka mengangguk perlahan. Kali ini dia setuju dengan pendapat Kuri.